TUHAN ITU BAIK KEPADA SEMUA ORANG (Sebuah perenungan di masa Advent)

Sesuai kalender gerejawi mulai  bulan Desember umat Kristen memasuki masa adven atau penantian akan kedatangan Natal.  Pada masa penantian ini dijumpai berbagai penyikapan dari masyarakat  khususnya umat Kristen terhadap makna Natal itu sendiri.  Anak-anak akan menyikapi  Natal  sebagai  penantian akan datangnya sebuah perayaan, pesta, makan enak, pakaian baru, dan hadiah-hadiah  serta berkumpulnya seluruh famili  dari tempat jauh maupun dekat.  Bagi  orang tua,  Natal identik dengan membengkaknya pengeluaran rumah tangga.  Para pedagang dan pengusaha,  menyikapi  Natal sebagai melonjaknya demand atau permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa sehingga menjadikannya sebagai sebuah peluang usaha yang mendatangkan keuntungan.   Sementara itu aparat keamanan menyikapi Natal sebagai suatu peristiwa  yang harus diimbangi dengan peningkatan pengamanan di tempat-tempat penting  khususnya tempat-tempat ibadah,   sebagai antisipasi  terhadap  gangguan kemananan yang mungkin akan terjadi.  Sedangkan para pemuka agama (Kristen),  menyikapi Natal sebagai penggembalaan terhadap  umat dalam rangka pencerahan akan makna Natal yang sesungguhnya serta bagaimana makna Natal tersebut diterjemahkan  dalam kehidupan sehari-hari.  Dalam hal ini PGI dan Sinode GKJ mengambil tema dan pesan “Tuhan itu baik kepada semua orang”

Natal dengan makna  kelahiran dan kedatangan Tuhan Yesus merupakan rangkaian karya penyelamatan  Allah  terhadap manusia dengan mengutamakan nilai-nilai cinta kasih dan kedamaian (love and peace). Natal bermakna pula Tuhan Yang Maha Tinggi berkenan merendahkan diri-Nya dengan menjadikan kandang domba sebagai tempat kelahiran-Nya serta melayani manusia  sebagai pilihan tugas panggilan-Nya.  Selanjutnya Natal juga mempunyai makna  Tuhan Yang Maha Suci  solider,  bahkan berkenan hadir  kedunia  yang penuh dengan dosa  untuk mencari dan mendatangi,   menjamah serta  menolong   semua  orang    yang mengharapkan pertolongan dan keselamatan dari-Nya.    Hal-hal tersebut terlihat secara gamblang  melalui kiprah  Tuhan Yesus semasa  di dunia.  Ia tidak pernah menggunakan cara-cara kekerasan bahkan  melanggar HAM untuk mencapai maksud-Nya,  namun cinta dan kedamaian  selalu melandasi seluruh tindakan-Nya. Ia tidak pernah menunggu, tetapi mencari orang-orang yang membutuhkan pertolongan-Nya. Ia juga tidak pernah merasa risau dan canggung menolong orang-orang yang terpinggirkan dan kelaparan,  anak-anak yatim serta janda,  penderita kusta,  pelacur, penjahat  dan penyandang penyakit masyarakat yang lain. Selanjutnya Ia juga memberikan penghiburan yang menyejukan serta memberikan dorongan semangat dan pengharapan bagi mereka yang kesusahan dan mengalami keputus-asaan.  Namun demikian  Ia pun melakukan tindakan secara gagah berani dan tegas  terhadap persoalan yang berhubungan dengan rumah ibadah. Ia juga tidak merasa takut untuk melakukan kritik dan teguran terhadap penguasa dan pemuka agama yang melakukan kesalahan dan ketidak adilan. Akhirnya,  secara tegas dan tidak  ragu-ragu pula  Ia  memberikan jaminan bahwa siapapun yang tetap setia  sampai kedatangan-Nya  kembali  akan memperoleh keselamatan kekal.

Umat  Kristen secara individu serta Gereja sebagai sebuah institusi meyakini dan   meneladani  apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus serta menjadikannya  sebagai nilai dalam menjalankan tugas pelayanan  kepada masyarakat, bangsa dan negara. Berlandaskan nilai-nilai tersebut   umat  Kristen dan Gereja sudah sewajarnya jika  terpanggil untuk  melakukan pelayanan kepada siapa saja   tanpa pilih kasih,  serta  memberikan pertolongan terhadap permasalahan yang mereka hadapi apapun permasalahannya.    Umat Kristen juga meyakini dan selalu menantikan kedatangan-Nya kembali untuk menggenapi karya penyelamatan-Nya dimaksud.

Namun demikian,  umat  Kristenpun dipengaruhi pula   oleh nilai  yang muncul dari ungkapan “ojo cedak kebo gupak”,  yang secara harafiah berarti  jangan mendekat  kerbau kotor.  Ungkapan tersebut merupakan  ajaran masyarakat Jawa  sebagai bentuk preventip  agar  seseorang tidak jatuh kedalam sikap dan perilaku tidak baik  (sesuai norma yang berlaku), dengan cara menjauhkan diri, berteman, bahkan  berhubungan dengan orang-orang yang mempunyai sikap dan perilaku tidak baik tersebut,   yang digambarkan sebagai “kebo gupak”.  Dengan adanya ungkapan ini maka  orang-orang yang merasa mempunyai sikap dan perilaku baik akan mengambil jarak,    bahkan mengucilkan orang-orang yang dianggap mempunyai sikap dan perilaku tidak baik.  Nilai ini diajarkan secara terus menerus dari generasi ke generasi di dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Dewasa  ini umat Kristen sedang berada dan bersama-sama  dengan masyarakat menghadapi  berbagai permasalahan yang cukup berat,  antara lain  kemiskinan. Puluhan juta masyarakat Indonesia hidup dalam kemiskinan,  bahkan di beberapa daerah kelaparan telah mengakibatkan kematian bagi puluhan orang. Mereka butuh uluran tangan dan pertolongan.   Selain kemiskinan, permasalahan yang tidak kalah prioritasnya adalah banyaknya penderita narkoba. Untuk masalah ini Indonesia yang semula hanya dijadikan sebagai  pasar dari obat-obat terlarang tersebut,  telah berkembang menjadi negara tempat untuk memproduksi barang haram tersebut. Ribuan generasi muda menderita dan membutuhkan pertolongan karena narkoba ini.  Selanjutnya permasalahan yang tidak kalah menakutkan adalah masalah HIV/AIDS.  Sama halnya dengan penderita kusta,  penderita  narkoba serta  HIV/AIDS pun masih memperoleh stigma yang negatip dari masyarakat sehingga dikucilkan dari lingkungannya, padahal mereka perlu diselamatkan.  Selain itu di tengah-tengah masyarakat masih dijumpai ribuan orang penyandang masalah-masalah sosial atau penyakit masyarakat.  Mulai dari anak-anak jalanan, PSK, penjudi, dan pelaku tindak kriminal lainnya. Mereka membutuhkan pencerahan sehingga terbebas dari sikap dan perilaku  yang dianggap menyimpang  tersebut.

Jika umat Kristen dan Gereja sebagai institusi berpedoman  pada nilai-nilai yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, tentunya terpanggil untuk menangani permasalahan-permasalahan tersebut secara total,  konseptual dan berkesinambungan  Namun jika umat Kristen dan Gereja (GKJ) lebih banyak  dipengaruhi oleh nilai-nilai dari ungkapan  “ojo cedak kebo gupak”  maka Natal akan kehilangan maknanya, dan tema serta pesan Natal 2009  bahwa “Tuhan itu baik kepada semua orang” jauh dari perwujudannya.

Selamat memasuki masa Advent.

Yogyakarta:  awal  Desember 2009

Leave a comment